Cerpen sedih
Assalamualaikum wr.wb
Hallo teman2, semoga kalian suka dengan cerpenku yang satu ini ya....
Selamat membaca😊
Perjuangan Terberat Alma
@myesha_dev
Pejuang cahaya
Segala rintangan dan tantangan akan selalu menyapa bagaikan gelombang air laut yang terus menyapa kerasnya terumbu karang. Tidak peduli ia akan merasa sakit atau tidak, yang jelas hidup ini adalah selalu tentang perjuangan.
Seperti seorang gadis dewasa yang kini tengah duduk di sebuah bangku tunggu disalah satu rumah sakit yang berada di Ibu kota. Ia tengah berharap-harap cemas, semoga hasil yang ia dapatkan tidaklah sama seperti apa yang diperkirakan dokter di rumah sakit sebelumnya. Ia sengaja datang ke rumah sakit yang berbeda hanya untuk memastikan bahwa penyakit yang ia derita tidaklah benar.
“Bagaimana hasilnya?” tanya gadis itu saat seorang petugas lab keluar dengan membawa hasil tes di tangannya.
“Maaf saya tidak berhak untuk memberitahu anda, karena yang berhak memberitahu hanya dr. Haris, dokter yang menangani anda,”
“Apa hasilnya sama seperti yang telah dokter itu diagnosa? Apa penyakit itu memang benar telah menyerang tubuh saya?” ucap gadis itu dengan air mata yang sudah mengalir di pipi putihnya.
“Maaf saya tidak berhak untuk memberi tahu anda. Lebih baik, sekarang anda ikut saya untuk menemui dokter yang menangani anda, agar semuanya lebih jelas.” Ucap petugas itu sambil tersenyum.
...
“Setelah saya membaca hasil lab dan mendengarkan semua keluhan yang anda sampaikan. Anda didiagnosa mengidap penyakit Leukemia stadium akhir. Sel kanker itu sekarang sudah menyebar di dalam tubuh anda, saya perkirakan sel kanker itu sudah tubuh sejak tiga tahun yang lalu.”
Lagi-lagi kata itu yang keluar dari mulut dokter yang menanganinya. Bahkan kondisinya sekarang lebih buruk, dokter sebelumnya hanya mendiagnosa dirinya mengidap penyakit leukemia stadium tiga. Cepat sekali penyakit itu merambat dan merusak tubuhnya. Jangan tanyakan bagaimana keadaan gadis itu sekarang, karena yang pasti ia sangat lemas dan air matanya sudah luruh ke atas pipi.
“Berapa lama saya bisa bertahan hidup, dok?"
“Dari hasil diagnosa, anda hanya mampu bertahan hidup selama dua bulan. Percayakan saja semuanya kepada Allah, karana hanya Allah yang mengatur hidup dan mati seorang hamba, bukan saya,”
Gadis itu kembali menangis, mengingat banyak sekali impiannya yang belum tercapai, salah satunya membalikkan kepercayaan orangtuanya yang selama ini menghilang.
“Baik dok, tapi saya mohon rahasiakan penyakit ini kepada siapa pun. Termasuk kepada kedua orangtua saya.”
…
“Bagus ya jam segini baru pulang,” Ucap wanita paruh baya itu sangat sinis.
“Maaf Bun, tadi Alma ada keperluan sebentar di luar.”
“Jangan panggil saya bunda, saya bukan bunda kamu. Jadi stop untuk panggil saya dengan sebutan bunda,” ucap wanita paruh baya itu ketus, lalu pergi begitu saja.
Tak begitu lama suara klakson mobil terdengar. Ia segera menyembunyikan tubuhnya di sebuah jendela yang tertutup gorden. Takut jika yang datang adalah ayahnya, karena laki-laki paruh baya itu sangat membenci dirinya jika ia berkeliaran di lantai 1 dan ia tidak apa penyebabnya. Bahkan secara terang-terangan ia pernah mengusir gadis itu di depan Rayhan-putera pertamanya.
“Ngapain kamu di situ? Kamu takut kalau saya yang datang?” kata laki-laki paruh baya itu mangagetkan. Ia membuka gorden yang menutupi tubuh gadis mungilnya itu, ditatapnya dengan tatapan yang sangat tajam.
“Ti...tidak ayah,” ucap gadis itu sangat gugup. Dia sadar dari tubuh puterinya yang bergetar, ia tahu bahwa puterinya itu sedang ketakutan.
“Siapkan diri kamu, besok kamu ikut saya.”
“Tapi ayah, besok Alma ada lomba karya tulis. Alma sepertinya tidak bisa ikut,” Ucap gadis itu sambil menunduk, ia tahu pasti sang ayah sebentar lagi akan marah.
“Jangan banyak alasan!! Kamu tidak mau ikut dengan saya kan? Percuma juga kalau kamu ikut, kamu pasti adak menang,” Ucap laki-laki itu sembari meninggalkan putrinya yang berdiri mematung.
“Maafkan ayah, ayah melakukan semua ini hanya demi kakak kamu, Rayhan. Dia mengidap leukemia dan ia tidak mau kamu tahu itu. Ayah hanya ingin memberikan memberikan kasih sayang yang seutuhnya dengan pura-pura membenci kamu. Maafkan Ayah dan Bunda.” Ucap laki-laki paruh baya itu dalam hati.
…
Seorang gadis dewasa memasuki sebuah ruangan peserta lomba karya tulis. Untung saja lombanya waktu itu diundur, jika tidak mungkin tidak akan ada lagi kesempatan untuknya maju ke tingkat Nasional. Bahkan selangkah lagi ia akan go international, jika hari ini ia memenangkan lomba.
Gadis itu mulai membaca bismillah dan menuangkan ide yang ada pada otaknya pada sebuah laptop yang dipinjamkan pihak panitia.
Tidak menunggu waktu lama, akhirnya ia menyelesaikan hasil karya tulisnya yang berupa puisi.
“Untuk pengumuman, InsyaAllah minggu depan akan diumumkan melalui social media kami,” Ucap salah satu panitia sambil tersenyum ramah kepada gadis itu.
“Oh yaudah kalau begitu, saya permisi,”
“Oh iya, silahkan,”
Gadis itu melangkah kakinya pergi menjauh meninggalkan tempat perlombaan. Rencananya sekarang ia akan pergi ke sebuah rumah sakit untuk check up. Biarlah orangtuanya akan marah karena pulang terlambat, asalkan ia bisa sembuh dari penyakit yang ia derita.
Sekarang waktu sudah menujukkan pukul 16.00 WIB, ia langsung bergegas masuk ke rumah sakit untuk menemui dr. Haris-dokter yang menanganinya. Sebelumnya ia pergi ke mushola terlebih dahulu untuk melaksanakan sholat.
“Alma kamu ngapain di sini?”
Deg…
Suara itu memberhentikan langkah kaki gadis itu. Kini seorang laki-laki dewasa tengah berdiri di hadapannya. Apa gadis itu harus memberitahu bahwa ia datang ke sini untuk berobat? Tapi untuk apa? Memberi tahu dan tidak, semuanya tidak akan berpengaruh untuk merubah kondisi keluarganya seperti semula.
“Ehm…A..Alma ke sini mau jenguk teman. Kakak sendiri ngapain ada di sini? Ini kan rumah sakit kanker?” Ucap gadis itu penuh selidik, karena setahunya sang kakak sangat anti dengan namanya rumah sakit.
“Kakak…Kakak kesini nganterin teman kakak. Dia sakit leukemia dan sekarang jadwal dia check up,”
“Nah tuh teman kakak,” Ucap laki-laki itu sambil menunjuk teman laki-lakinya yang tengah berjalan ke arahnya.
“ouhhh….” Gadis itu mengangguk tanda paham. “Yaudah ya kak, Alma ke sana dulu. Kasian teman Alma udah nunggu,”
“Yaudah kakak tunggu di parkiran, nanti kita pulang bareng biar kamu enggak kena marah bunda sama ayah mulu,”
“Enggak papa kak, kakak duluan aja. Takutnya nanti Alma lama, kasian teman kakak. Liat tuh lemas banget kayak gitu, pasti dia udah kemoterapi, lebih baik kakak anterin dia pulang aja!”
“kenapa?” tanya seorang laki-laki dewasa yang baru saja menghampiri mereka berdua.
“Hah? Enggak kok. Yaudah yuk kita pulang lo pasti capek,” Kata laki-laki bernama Rayhan itu sambil tersenyum dan diangguki oleh temannya.
“Dek kamu jangan pulang terlalu malam kalau ayah sama bunda nggak mau marah sama kamu,”
“Iya kak.” Kata gadis itu tersenyum, sedangkan teman laki-laki Rayhan hanya menatap interaksi kakak beradik itu dengan tatapan bingung.
“Adek gue,” ucap Rayhan lalu pergi begitu saja.
Setelah kepergian sang kakak, gadis itu segera melangkahkan kakinya untuk menemui dr. Haris, yang mana dokter Haris adalah dokter yang bertanggung jawab untuk kesembuhannya.
“Saya sarankan kamu untuk mengikuti kemoterapi. Memang hasilnya tidak langsung bisa sembuh, tapi setidaknya bisa mengurangi sel kanker yang ada di dalam tubuh kamu,”
“Tapi dok, bagaimana dengan biayanya? Jujur kalau mahal pasti saya tidak akan mampu untuk membayar. Ini saja saya pakai uang tabungan hasil lomba saya,”
“Kamu tidak usah khawatir, kebetulan tadi ada seorang donator yang membiayai pasien yang tidak mampu. Ia juga sama mengidap leukemia, tapi bedanya dia stadium 3. Kamu mau ya ikut kemoterapi?”
Gadis itu mengangguk karena bagaimana pun ia harus sembuh. Ia masih ingin hidup, meski pun ia sudah ikhlas jika suatu waktu Allah menakdirkannya untuk bertemu ajal terlebih dahulu.
“Kalau boleh tahu siapa namanya dok? Saya ingin mengucapkan terimakasih,”
“Namanya Rayhan Alfaridzi, ia adalah putra pertama dari pengusaha Arlan Alfaridzi.”
Gadis itu langsung menutup mulutnya. Ia sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Pantas saja tadi ia menemui kakak laki-lakinya itu tengah ada di rumah sakit, padahal ia sangat enggan jika di ajak ke rumah sakit. Ia langsung pamit setelah mendengar penyataan yang membuat air matanya turun dan tubuhnya menjadi lemas. Ia ingin segera menemui sang kakak, ia ingin memeluk dan menangis di dalam dekapannya seperti dulu, sebelum semunya berubah. Baginya, Rayhan adalah satu-satunya manusia yang sangat menyayanginya. Pantas saja akhir-akhir ini wajah sang kakak sering pucat dan seperti sedang menahan rasa sakit.
Tak menunggu waktu lama, ia sekarang sudah berdiri di depan rumahnya yang bercat putih tulang dengan ornament batuan berwarna abu-abu. Ia memasuki rumah itu dengan air mata yang masih mengalir.
“Darimana aja kamu? Jam segini baru pulang. Saya sudah katakan kalau kamu itu jangan keluyuran,” ucap seorang wanita paruh baya yang tengah asik nonton televise itu dengan sangat ketus.
Tanpa menghiraukan perkataan sang bunda, gadis itu langsung berlari untuk menemui Rayhan yang ada di kamarnya. Perlahan ia membuka pintu kamar Rayhan yang sebelumnya sudah dipersilahkan masuk. Ia langsung berlari ke arah sang kakak dan menghambur ke dalam pelukannya dengan air mata yang masih menetes.
“Dek kamu kenapa? Oh iya, kakak mau mengucapkan selamat, kamu menang lomba cipta puisi. InsyaAllah minggu depan kamu akan berangkat lomba ke Shanghai, China. Akhirnya kamu bisa go internasional juga dek. Sesuai dengan mimpi kamu,” Ucap Rayhan sambil menciumi puncak kepala adiknya itu dengan penuh kasih sayang.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala, bukan itu yang ingin ia dengar dari mulut kakaknya. Ia hanya menginginkan sebuah pengakuan.
“Kenapa kakak tidak bilang kalau yang berobat itu kakak? Kenapa kakak bohong sama Alma?” ucap gadis itu masih dalam keadaan yang menangis dalam pelukan.
Rayhan yang mendengar itu langsung mendekap tubuh sang adik. Apa yang ia takutkan terjadi sekarang. Ia tidak mau sang adik mengetahui tentang penyakitnya.
“Ini yang kakak takutkan jika kamu tahu.” Ucap Rayhan yang masih mendekap Alma, ia menyimpan dagunya di atas kepala sang adik yang sangat ia sayangi itu. Tak lama darah mengalir deras di hidung Rahyan dan Alma secara bersamaan, dan tak lama dari itu ke gelapan telah menyelimuti mereka.
...
“Alma adalah pasien saya semenjak empat bulan yang lalu. Dia mengidap leukemia stadium akhir. Sebenarnya putri bapak itu sangat kuat, dia mampu bertahan sampai detik ini. Padahal menurut hasil diagnosa, ia hanya mampu bertahan hidup selama dua bulan. Dia juga yang telah melarang saya untuk memberitahu penyakitnya kepada anda. Katanya ia ingin merasakan bagaiamana berjuang sendiri menghadapi penyakitnya, meskipun akhirnya ia akan pergi. Ia tidak mau orang-orang di sekitanya bersedih dan kesusahan. Bahkan ia selalu berobat ke sini dengan tabungan hasil lombanya,”
Kedua orangtua itu langsung menangis dan berpelukan. Mereka tidak menyangka jika anak yang mereka acuhkan itu mengidap penyakit yang sama dengan Rayhan putra yang sengaja ia berikan kasih sayang yang seutuhnya hanya karena putranya itu mengidap leukemia. Tanpa ia sadari, putri yang ia acuhkan itu mengidap penyakit leukemia bahkan lebih parah di banding dengan Rayhan.
“Lakukan yang terbaik untuk putri saya, dok. Masalah biaya tidak usah khawatir saya yang akan menanggung..” Ucap laki-laki paruh baya itu dengan air mata yang mangalir deras di kelopak matanya.
…
Seorang laki-laki paruh baya membaca surat dari putri tercintanya yang beberapa detik lalu meninggalkan dunia yang fana ini. Ia mendapatkannya dari seorang perawat yang merawat putrinya itu.
Dear ayah dan bunda…
Jika ayah dan bunda sudah baca surat ini, berarti Alma sudah tidak ada lagi di dunia. Bagi Alma dunia itu hanyalah kelabu, dunia itu penuh dengan tantangan dan juga rintangan, yang tentunya harus diperjuangkan. Hidup ini selalu tentang perjuangan. Memperjuangkan bagaimana mendapatkan kasih sayang ayah dan bunda itu adalah perjuangan yang paling susah bagi Alma. Menggapai mimpi atau Alma menjadi go international itu adalah perjungan yang paling mudah. Seharusnya tanggal 5 besok Alma ke Shanghai untuk menjemput mimpi Alma, tapi Allah sudah memiliki rencana lain.
Alma tahu jika stock susum tulang belakang di rumah sakit hanya tersisa satu, untuk itu Alma mengikhlaskannya untuk kak Rayhan. Alma sudah tidak kuat memperjuangkan perjuangan ini, Alma sudah capek. Ayah, bunda Alma pamit, semoga tidak ada orang seperti Alma lagi di dunia. Cukup Alma saja yang merasakan kehilangan kasih sayang dari orang tua tanpa sebab. Semoga Allah mempertemukan kita lagi di surganya. Amiin…
Putri kecilmu
Alma febiana Alfaridzi
Terlambat sudah, ia sekarang kehilangan putri kesayangannya yang tidak pernah ia anggap ada karena hanya ingin membahagiakan puteranya yanga mengidap penyakit leukemia, dan tanpa disadari putri yang sengaja ia acuhkan itu mengidap penyakit leukemia bahkan lebih parah dari sang putra.
“Ayah, Alma mana?” Ucap Rayhan yang baru saja keluar dari ruang inap. Ia sudah diizikan pulang, karena kondisinya kian membaik.
“Dia sudah di surga,” ucap laki-laki paruh baya itu dengan air mata yang sudah menetes. Mereka bertiga pun akhirnya saling berpelukan menyesali. Tidak bukan mereka bertiga yang menyesal, tapi kedua orangtua itu, karena Rayhan masih peduli dengan adiknya itu.
Untuk menjalin ukhuwah kalian bisa menghubungi aku ke: Myeshadeva236@gmail.com Atau jika kalian memiliki akun Wattpad, kalian bisa hubungi aku ke: @myesha_dev
Komentar
Posting Komentar